C. Dinasti Seljuk
00.50 | Author: Mohammad Haekal












Pada abad ke-11 hingga 14 M, kawasan Asia Tengah dan Timur Tengah dikuasai sebuah dinasti Islam bernama Seljuk. Pada masa itu, ilmu pengetahuan berkembang  dengan pesat. Di zaman itu, madrasah dan rumah sakit tumbuh bak cendawan di musim hujan. Dinasti Seljuk pun tercatat telah turut mengibarkan bendera kejayaan Islam pada abad pertengahan.
Dinasti Seljuk dipimpin oleh suku Oguz Turki yang berasal dari Asia Tengah. Bangsa Seljuk mulai bermigrasi ke Anatolia sejak abad ke-11 M dan membentuk basis kekuatan yang hebat dalam dunia Islam. Migrasi bangsa Seljuk ke Anatolia yang begitu cepat dari timur menuju barat  telah mengubah wajah dan karakter Anatolia yang sebelumnya memiliki karakter seperti negara Eropa.


Seiring pesatnya migrasi bangsa Seljuk, telah membuat Anatolia lebih berkarakter Turki dibandingkan  Eropa,  sejak abad ke-12 M. Seiring bergulirnya waktu, bangsa Seljuk pun berhasil membangun Kekaisaran Seljuk Agung yang wilayah kekuasaannya terbentang dari Anatolia hingga Asia Selatan.

Tak heran, jika sejarah menuliskan kebesaran dan keagungan Kekaisaran Seljuk Agung dengan tinta emas. Pada masa Pemerintahan Sultan Meliksah I,  wilayah kekuasaan Dinasti Seljuk begitu luas, terbentang dari Kashgor sebuah daerah di ujung daerah Turki, sampai ke Yerussalem.

Wilayah yang luas itu dibagi menjadi lima bagian: Pertama, Seljuk Besar. Wilayahnya meliputi Khurasan, Rayy, Jabal, Irak, Persia, dan Ahwaz. Ia merupakan induk dari yang lain. Jumlah Syekh yang memerintah seluruhnya delapan orang. Kedua, Seljuk Kirman. Wilayah kekuasaannya  berada di bawah keluarga Qawurt Bek ibn Dawud ibn Mikail ibn Seljuk. Jumlah syekh yang memerintah dua belas orang.

Ketiga, Seljuk Irak dan Kurdistan. Pemimpin pertamanya adalah Mughirs al-Din Mahmud. Seljuk ini secara berturut-turut diperintah oleh sembilan syekh. Keempat Seljuk Suriah. Diperintah oleh keluarga Tutush ibnu Alp Arselan ibnu Daud ibnu Mikail ibnu Seljuk, jumlah syekh yang memerintah lima orang.

Kelima Seljuk Ruum. Diperintah oleh keluarga Qutlumish ibnu Israil ibnu Seljuk dengan jumlah syeikh yang memerintah seluruhnya 17 orang. Pada era kekuasaan Seljuk terdapat sejumlah penelitian mengenai kemajuan ilmu pengetahuan. Ada sejumlah peneliti yang menyebutkan  bahwa pada masa ini terjadi stagnasi dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra, seni, juga ilmu filsafat di Dunia Islam.

Namun, berbagai macam peningggalan baik berupa buku-buku pengetahuan karya ilmuwan Muslim serta peninggalan budaya Islam pada era  kekuasaan Dinasti Seljuk telah mematahkan dugaan itu. Megahnya sejumlah monumen dan masjid membuktikan bahwa pada masa pemerintahan Dinasti Seljuk justru ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat di Dunia Islam.

Ada dua institusi penting yang berkembang pesat  pada masa pemerintahan Dinasti Seljuk, yakni madrasah dan rumah sakit. Pada masa itu, madrasah dan rumah sakit dibangun di mana-mana. Madrasah, perpustakaan dan rumah sakit bermunculan di wilayah-wilayah yang dikuasai Dinasti Seljuk, seperti kota Baghdad, Merv, Isfahan, Nishapur, Mosul, Damaskus, Kairo, Aleppo, Amid (Diyarbakir), Konya, Kayseri dan Malatya.

Insititusi itu berkembang menjadi pusat-pusat kebudayaan Seljuk Islam. Pada masa pemerintahan Dinasti Seljuk, arsitektur bangunan banyak yang terbuat dari batu-batuan yang tahan lama. Sehingga berbagai macam bangunan yang dibangun bangsa Seljuk kebanyakan masih bertahan selama beberapa abad. Salah satu bukti bahwa ilmu pengetahuan dan sastra  tidak padam pada masa pemerintahan Dinasti Seljuk adalah banyaknya para ilmuwan dan intelektual Muslim yang terus mengembangkan ilmunya.

Beberapa ilmuwan dan budayawan terkemuka yang lahir pada masa itu antara lain; el-Juvayni, Ebu Ishak al-Shirazi,  Omer al-Hayyam, al-Bedi' al-Usturlabi, Ebu'l-Berekat Hibetullah bin Malka el-Bagdadi, Samav'el al-Magribi, Serefeddin al-Tusa, Kamal al-din bin Yunus, Shahabeddin Yahya bin Habes al-Suhrawardi, Fahr al-din al-Razi, Ibnu al-Razzaz al-Jezeri, Ibnu al-Esir, serta  Seyfeddin el-Amidi.

Pada era kepemimpinan Sultan Dinasti Seljuk Meliksah I (1072 -1092) di dunia islam pernah berdiri observatorium besar di kota Isfahan. Sedangkan seorang ilmuwan bernama Omer el-Hayyam dan teman-temannya memanfaatkan observatorium tersebut untuk melakukan penelitian hingga akhirnya menghasilkan karya berjudul Zic-i Melikshahi atau (Buku Tabel Astronomi) dan  Takvim-i Jalali (Kelender Jalalaean).

Pada masa itu,  seorang ilmuwan bernama El-Bed' al-Usturlabi menuliskan bukunya yang berjudul  al-Zij al-Mahmudi (Buku Tabel Astronomi Mahmudi). Sedangkan, seorang ilmuwan yang bernama Ebu Mansur membuat karya berjudul el-Zij al-Senceri ( Buku Tabel Astronomi Senceri). Istana para Sultan Seljuk baik di Baghdad, Isfahan serta Merv selalu dipenuhi para pelajar, ilmuwan, juga para penulis. Mereka menuliskan karya-karyanya baik dalam bahasa Arab maupun bahasa Persia. Bahkan Literatur Islam Persia mulai mendunia di bawah Dinasti Seljuk.

Beberapa penulis besar yang karyanya masih bisa dinikmati pada saat ini antara lain karya Jalaladdin-i Rumi Hakani, Senayi, Nizami, Attar, Mevlan, dan Sa'di. Para penulis besar tersebut hidup dan mempersembahkan karya-karyanya kepada para sultan Dinasti Seljuk. Kondisi ekonomi dan kesehatan masyarakat yang membaik di bawah kekuasaaan Dinasti Seljuk berhasil meningkatkan  aktivitas dan prestasi masyarakatnya  dalam bidang literatur, seni dan ilmu pengetahuan. Peningkatan aktivitas masyarakat dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan ini mendapat dorongan yang signifikan dari pemerintah Dinasti Seljuk.

Sejak abad-ke 14 M, ratusan madrasah ditemukan tersebar luas di Anatolia. Hampir setiap wilayah Anatolia terdapat madrasah. Hal ini jelas menunjukkan bahwa Dinasti Seljuk sangat memperhatikan dunia pendidikan bagi rakyatnya. Gambaran berbeda terlihat di pusat Kekuasaan Islam di wilayah yang dikuasai bangsa lain seperti di Mesir, Syuriah, dan Palestina di mana madrasah hanya ditemukan di kota-kota besar saja, tidak seperti di Anatolia, baik di desa dan di kota pemerintah membangun madrasah.  Madrasah-madrasah yang dibangun Dinasti Seljuk tersebut masih banyak yang berdiri dengan tegak hingga saat ini dan dapat ditemukan di berbagai kota besar, kota kecil, juga desa yang berada di Anatolia.

Saksi Kemajuan Sains Dinasti Seljuk


Berbagai macam peninggalan yang diwariskan Dinasti Seljuk telah menjadi bukti bahwa ilmu pengetahuan berkembang dengan baik,  seperti ilmu fisika dan geometri. Hal itu tampakdari bangunan-bangunan peninggalan Dinasti Seljuk yang hingga kini masih berdiri kokoh dan megah.

* Masjid

Kehebatan para arsitektur Dinasti Seljuk terlihat pada arsitektur dan teknik bangunan masjid-masjidnya. Masjid Seljuk sering disebut Masjid Kiosque. Bangunan masjid ini biasanya lebih kecil yang terdiri dari sebuah kubah, berdiri melengkung dengan tiga sisi yang terbuka. Itulah ciri khas masjid Kiosque. Model masjid khas Seljuk ini seringkali dihubungkan dengan kompleks bangunan yang luas seperti karavanserai serta madrasah.

* Karavanserai


Para sultan Dinasti Seljuk banyak membangun karavanserai sebagi tempat singgah bagi para musafir. Selain itu, karavanserai juga dibangun untuk kepentingan perdagangan dan bisnis. Para musafir maupun pedagang dari berbagai negeri akan dijamu di karavanserai selama beberapa hari secara gratis.

Bangunan karavanserai sendiri terdiri dari halaman, dan ruang utama di mana terdapat banyak kamar untuk menginap. Karavanserai pertama kali dibangun pada 1078 M oleh Sultan Nasr di antara rute Bukhara hingga Samarkand. Struktur bangunan karavanserai Seljuk meniru istana padang pasir Dinasti Abbasiyah yang berbentuk segi empat.

* Madrasah

Bangunan madrasah Dinasti Seljuk pertama kali muncul di Khurasan pada awal abad ke-10 M, sebagai sebuah adaptasi dari rumah para guru untuk menerima murid. Pada pertengahan abad ke-11 M, bangunan madrasah diadopsi oleh penguasa Seljuk Emir Nizham Al-Mulk menjadi bangunan publik.

Emir Nizham Al-Mulk sendiri terispirasi oleh penguasa Ghaznawiyyah dari Persia. Di Persia, madrasah dijadikan tempat pembelajaran teknologi. Madrasah tertua yang dibangun Nizham Al-Mulk terdapat di Baghdad pada  1067 M.

Madrasah yang dibangun Dinasti Seljuk terdiri dari halaman gedung yang dikelilingi tembok dan dilengkapi dengan asrama untuk menginap para pelajar. Selain itu, di dalam madrasah juga terdapat banyak ruang belajar. Bangunan madrasah Seljuk sesuai dengan arsitektur Iran.

* Menara

Bentuk menara masjid yang dibangun oleh Dinasti Seljuk cenderung mengadopsi menara silinder sebagai ganti menara berbentuk segi empat.

* Mausoleum


Bangunan mausoleum (makam yang indah dan megah) warisan Dinasti Seljuk menampilkan beragam bentuk termasuk oktagonal (persegi delapan), berbentuk silinder dan bentuk-bentuk segi empat ditutupi dengan kubah (terutama di Iran). Selain itu ada pula yang atapnya berbentuk kerucut terutama yang berada di Anatolia.

Bangunan mausoleum biasanya dibangun di sekitar tempat tinggal tokoh atau bisa pula letaknya dekat masjid atau madrasah. Dinasti seljuk membangun mausoleum untuk memakamkan dan menghormati kebesaran para penguasa dinasti tersebut.(republika)
D. Dinasti Ayyubiyah
00.34 | Author: Mohammad Haekal
   Salahuddin Al-Ayyubi

Asal Salahuddin Al-Ayyubi 

Shalahuddin Al-Ayubi terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar di Damaskus di lingkungan anggota dinasti Zangid yang memerintah Syria, yaitu Nur Ad-Din atau Nuruddin Zangki.

Kemunculan Panglima Salahuddun Al-Ayyubi
 
Jatuhnya kota Suci Baitul Maqdis ke tangan kaum Salib telah mengejutkan para pemimpin Islam. Mereka tidak menyangka kota Suci yang telah dikuasainya selama lebih 500 tahun itu bisa terlepas dalam sekejap mata. Mereka sadar akan kesalahan mereka karena terpecah belah. Para ulama telah berbincang dengan para Sultan, Amir dan Khalifah agar mengambil keputusa/tindakan dalam masalah ini.
Usaha mereka berhasil. Setiap penguasa negara Islam itu bersedia bergabung tenaga untuk merampas balik kota Suci tersebut. Di antara pemimpin yang paling gigih dalam usaha menghalau tentara Salib itu ialah Imamuddin Zanki dan diteruskan oleh anaknya Amir Nuruddin Zanki dengan dibantu oleh panglima Asasuddin Syirkuh.
Setelah hampir empat puluh tahun kaum Salib menduduki Baitul Maqdis, Shalahuddin Al-Ayyubi baru lahir ke dunia, yakni pada tahun 1138 Masehi. Keluarga Shalahuddin taat beragama dan berjiwa pahlawan. Ayahnya, Najmuddin Ayyub adalah seorang yang termasyhur dan beliau pulalah yang memberikan pendidikan awal kepada Shalahuddin.
Selain itu, Shalahuddin juga mendapat pendidikan dari ayah saudaranya Asasuddin Syirkuh seorang negarawan dan panglima perang Syria yang telah berhasil mengalahkan tentara Salib baik di Syria ataupun di Mesir. Dalam setiap peperangan yang dipimpin oleh panglima Asasuddin, Shalahuddin senantiasa ikut sebagai tentara pejuang sekalipun usianya masih muda.
Pada tahun 549 H/1154 M, panglima Asasuddin Syirkuh memimpin tentaranya merebut dan menguasai Damaskus. Shalahuddin yang ketika itu baru berusia 16 tahun turut serta sebagai pejuang. Pada tahun 558 H/1163 Masehi, panglima Asasuddin membawa Shalahuddin Al-Ayyubi yang ketika itu berusia 25 tahun untuk menundukkan Daulat Fatimiyah di Mesir yang diperintah oleh Aliran Syiah Ismailiyah yang semakin lemah.Usahanya berhasil. Khalifah Daulat Fatimiyah terakhir Adhid Lidinillah dipaksa oleh Asasuddin Syirkuh untuk menandatangani perjanjian. Akan tetapi, Wazir besar Shawar merasa cemburu melihat Syirkuh semakin populer di kalangan istana dan rakyat.
Dengan diam-diam dia pergi ke Baitul Maqdis dan meminta bantuan dari pasukan Salib untuk menghalau Syirkuh daripada berkuasa di Mesir. Pasukan Salib yang dipimpin oleh King Almeric dari Yerusalem menerima baik ajakan itu. Maka terjadilah pertempuran antara pasukan Asasuddin dengan King Almeric yang berakhir dengan kekalahan Asasuddin. Setelah menerima syarat-syarat damai dari kaum Salib, panglima Asasuddin dan Shalahuddin dibenarkan palung ke Damaskus.
Kerjasama Wazir besar Shawar dengan orang kafir itu telah menimbulkan kemarahan Amir Nuruddin Zanki dan para pemimpin Islam lainnya termasuk Baghdad. Lalu dipersiapkannya tentara yang besar yang tetap  dipimpin oleh panglima Syirkuh dan Shalahuddin Al-Ayyubi untuk menghukum si pengkhianat Shawar. King Almeric terburu-buru menyiapkan pasukannya untuk melindungi Wazir Shawar setelah mendengar kemaraan pasukan Islam. Akan tetapi Panglima Syirkuh kali ini bertindak lebih baik dan berhasil membinasakan pasukan King Almeric dan menghalaunya dari bumi Mesir dengan baib sekali.
Panglima Shirkuh dan Shalahuddin terus masuk ke ibu kota Kairo dan mendapat tentangan dari pasukan Wazir Shawar. Akan tetapi pasukan Shawar hanya dapat bertahan sebentar saja, dia sendiri melarikan diri dan bersembunyi. Khalifah Al-Adhid Lidinillah terpaksa menerima dan menyambut kedatangan panglima Syirkuh buat kali kedua.
Suatu hari panglima Shalahuddin Al-Ayyubi berziarah ke kuburan seorang wali Allah di Mesir, ternyata Wazir Besar Shawar dijumpai bersembunyi di situ. Shalahuddin segera menangkap Shawar, dibawa ke istana dan kemudian dihukum mati.
Khalifah Al-Adhid melantik panglima Asasuddin Syirkuh menjadi Wazir Besar menggantikan Shawar. Wazir Baru itu segera melakukan perbaikan dan pembersihan pada setiap institusi kerajaan secara berjenjang.  Sementara anak saudaranya, panglima Shalahuddin Al-Ayyubi diperintahkan membawa pasukannya mengadakan pembersihan di kota-kota sepanjang sungai Nil sehingga Assuan di sebelah utara dan bandar-bandar lain termasuk bandar perdagangan Iskandariah.
Dinasti ayyubiyah didirikan oleh Shalahudin Al-Ayyubi. Orang barat menyebutnya dengan saladin. Shalahudin terkenal sebagai seorang ahli perang yang mampu membendung arus serangan tentara salib. Pada mulanya shalahudin adalah seorang panglima perang dari kerajaan syam di bawah pemerintahan Sultan Nuruddin Zauki. Atas perintah Al-Zahir Nuruddin Zauki untuk mengirim pasukan di bawah pimpinan Syirkuh dan Shalahuddin Al-Ayyubi untuk mengalahkan Pasukan Salib di Mesir. Syirkuh diangkat sebagai Wazir oleh Fatimiyah (544 H), tiga bulan kemudian Syirkuh meniggal dan digantikan oleh kemenakannya Shalahudin Al-Ayyubi. Pada tanggal 10 Muharram 567 H / 1171 M, Khlifah Al-Adid (Fatimiyah) wafat dan kekuasaannya berpindah ke tangan Shalahudin Al-Ayyubi.
Al-ayyubi diakui sebagai khalifah Mesir oleh Al-Muhtadi, dinasti Bani Abbas pada tahun 1175 M, kemudian Al-Ayyubi berhasil menguasai Aleppo dan Mosul.
Untuk mengantisipasi pemberontakan dari pengikut Fatimiyah  dan serangan dari Tentara Salib, Al-Ayyubi membangun benteng bukit di Mukattam, pusat pemerintahan dan Militer.

Perang Salib dan Konflik Internal
 
Sebagian waktu al-ayyubi dihabiskan untuk menghalau tentara salib, sehingga mereka berhasil menguasai kota yerussalrem. Jatuhnya yerussalem ke tangan kaum muslim sangat memukul perasaan tentara salib sehingga mereka merencakan serangan balasan. Pasukan salib ini dipimpin oleh tiga raja, yaitu : Predrick Banbarossa, Raja Jerman, Richart The Lion Hart, Raja Inggris, dan Philiph Augustus, Raja Perancis, pasukan ini bergerak pada tahun 1189M yang mendapat tantangan berat dari Salah Al-Din, yang berhasil merebut Akka yang dijadikan lbu kota Latin. Namun mereka tidak berhasil memasuki Palelstina.
Pada tanggal 2 November 1192 M, dibuat perjanjian antara Salah Al-Din dengan Salib yang disebut dengan Shulh Al-Ramlah isi perjanjian tersebut adalah :
  1. Jerussalem tetap berada di tangan umat islam; dan umat Kristen diizinlkan untuk menziarahinya.
  2. Tentara salib akan tetap mempertahankan pantai Syiria dari Tyre sampai ke Jaffa
  3. Umat islam akan mengembalikan relic Kristen kepada orang Kristen.
Pada tahun 1199 M, al-ayyubi meninggal di damaskus, dan digantikan oleh saudaranya, sultan al-‘adil. Pada tahun 1218 M, al-‘adil meningga setelah kalah perang melawan pasukan salib dan kota dimyath jatuh ke tangan tentara salib. Setelah meninggal al-‘adil digantikan oleh oleh al-kamil.
Al-kamil melanjutkan perang melawan tentara salib. Akan tetapi, antara al-kamil  dengan saudaranya Al-mulk al-mu’azham (gubernur damaskus)terjadi konflik. Al-kamil merasa bahwa al-mu’azham akan menyingkirkannya. Oleh karena itu, al-kamil mengirim duta kepada Frederick barbarossa dengan menawarkan kerjasama dan jerussalem diijadikan sebagai imbalan atas bantuan frderick. Pada tahun 1229, disebut perjanjian antara al-kamil dengan Frederick. Isi perjanjian tersebut adalah :
  1. Jerussalen dengan Bethlehem, nazaret, dan rute haji ke jaffa dan acre akan menjai kekuasaan absolute kaisar, dengan pengecualian bahwa area masjit umar di jerussalem tetap menjadi milik terbatas bagi umat islam.
  2. Tawanan-tawanan Kristen dibebaskan
  3. Kaisar harus melindungi sultan dari serangan-serangan musuh
  4. Perjanjian ini berlaku selama dua tahun.
Stelah meninggal al-kamil digantikan oleh putranya, Abu Bakar dengan gelarnya Al-Adil II (berlangsung selama tiga tahun). Kepemimpinan Abu Bakar ditolak oleh saudaranya, Al-Malik Al-Shalih Najm Al-Din Ayyub. Budak-budak abu bakar besekongkol dengan Al-Malik Al-Shalih sehingga berhasil menjatuhkan Abu Bakar dan mengangkat Al-Malik Al-Shalih Najm Aldin Ayyub (1240-1249M) sebagai Sultan.
Selama Al-Malik Al-Shalih menjadi pemimpin, pamannya, Ismail bekerja sama dengan pimpinan pasukan salib. Frank mengepung Damaskus. Al-Malik dapat mematahkan konfras tersebut dan mengalahkan pasukan Frank di dekat Gaza.

Kemajuan Ilmu Pengetahuan
 
Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil mendirikan tiga buah madrasah di kairo dan iskandariyah untuk mengembangkan Mazhab Sunni.
Al-Kamil mendirikan sekolah Tinggi Al-Kamiliyah yang sejajar dengan perguruan tinggi lainnya. Ibnu Khalikan menggambarkan bahwa Al-Kamil adalah pecinta Ilmu Pengetahuan, pelindung para Ilmuan, dan Seorang Muslim yang Bijaksana.

Kemunduran dan Akhir Ayyubiyah
 
untuk mempertahankan kekuasaan, Al-Malik Al-Shalih mendatangkan budak-Budak dari Turki dalam jumlah besar untuk dilatih kemiliteran yang ditempatkan di dekat sungai Nil yang juga disebut Laut (Al-Bahr) seingga mereka disebut Mamluk Al-Bahr.
Setelah meninggal’ La-Malik Al-Shalih diganti oleh anaknya, Turansyah. Konflik terjadi antara Turansyah dengan Mamluk Bahr, Turansyah dianggap mengabaikan peran Mamluk Al-Bahr dan lebih mengutamakan tentara yang berasal dari Kurdi. Oleh karena itu Mamluk Al-Bahr di bawah pimpinan Baybars dan Izzudin Aybak melakukan kudeta terhadap Turansyah (1250 M). Turansyah pun terbunuh, maka berakhirlah dinasti Ayyubiyah.
B. Dinasti Abbasiyah
00.16 | Author: Mohammad Haekal
 Abbasiyah Samarra Mosque, Irak

Latar Belakang Berdirinya Abbasiyah (750-847 M – 132-232 H)
Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai dengan pembangkangan yang dilakukan oleh Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol). Di satu sisi, Abd al-Rahman al-Dakhil bergelar amir (jabatan kepala wilayah ketika itu); sedangkan disisi yang lain, ia tidak tunduk kepada khalifah yang ada di Baghdad. Pembangkangan Abd al-Rahman al-Dakhil terhadap Bani Abbas mirip dengan pembangkangan yang dilakukan oleh muawiyah terhadap Ali Ibn Abi Thalib. Dari segi durasi, kekuasaan Dinasti Bani Abbas termasuk lama, yaitu sekitar lima abad.
Abu al-Abbas al-Safah (750-754 M) adalah pendiri dinasti Bani Abbas. Akan tetapi karena kekuasaannya sangat singkat, Abu ja’far al-Manshur (754-775 M) yang banyak berjasa dalam membangun pemerintahan dinasti Bani Abbas. Pada tahun 762 M, Abu ja’far al-Manshur memindahkan ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctesiphon, bekas ibukota Persia. Oleh karena itu, ibukota pemerintahan Dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia.
Abu ja’far al-Manshur sebagai pendiri muawiyah setelah Abu Abbas al-Saffah, digambarkan sebagai orang yang kuat dan tegas, ditangannyalah Abbasiyah mempunyai pengaruh yang kuat. Pada masa pemerintahannya Baghdad sangatlah disegani oleh kekuasaan Byzantium.
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, melanjutkan kekuasaan dinasti Umayah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad saw. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M).
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan pola politik itu para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode :
1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani sejak dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.
Kemajuan Dinasti Bani Abbas
Setiap dinasti atau rezim mengalami fase-fase yang dikenal dengan fase pendirian, fase pembangunan dan kemajuan, fase kemunduran dan kehancuran. Akan tetapi durasi dari masing-masing fase itu berbeda-beda karena bergantung pada kemampuan penyelenggara pemerintahan yang bersangkutan.
Pada masa pemerintahan, masing-masing memiliki berbagai kemajuan dari beberapa bidang, diantaranya bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial. Pada masing-masing bidang memiliki kelebihan dan kekurangan.
1. Bidang Politik
Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan ini seperti sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-khawarij di Afrika utara, gerakan zindik di Persia, gerakan Syi’ah dan konflik antar bangsa serta aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.
2. Bidang Ekonomi
Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai nmeningkat dengan peningkatan di sector pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara timur dan barat juga banyak membawa kekayaan. Bahsrah menjadi pelabuhan yang penting.
3. Bidang Sosial
Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mun (813-833 M). kekayaan yang banyak di manfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan social. Rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak 800 orang dokter. Disamping itu pemandian-pemandian juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini, kesejahteraan social, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya.
Pemerintahan bani Umayah adalah pemerintahan yang memiliki wibawa yang besar sekali, meliputi wilayah yang amat luas, mulai dari negeri sind dan berakhir di negeri Spanyol. Ia demikian kuatnya sehingga apabila seseorang menyaksikannya, pasti akan berpendapat bahwa usaha mengguncangkannya adalah sesuatu yang tidak mudah bagi siapapun. Namun jalan yang ditempuh oleh pemerintahan Bani Umayyah, meskipun ia dipatuhi oleh sejumlah besar manusia yang takluk kepada kekuasaannya, tidak sedikitpun memperoleh penghargaan dan simpati dalam hati mereka. Itulah sebabnya belum sampai berlalu satu abad dari kekuasaan mereka, kaum Bani Abbas berhasil menggulingkan singgasananya dan mencampakannya dengan mudah sekali. Dan ketika singgasana itu terjatuh, demikian pula para rajanya, tidak seorangpun yang meneteskan air mata menangisi mereka.
Adapun penyebab keberhasilan kaum penganjur berdirinya Khilafah Bani Abbas ialah karena mereka berhasil menyadarkan kaum muslimin pada umumnya, bahwa Bani Abbas adalah keluarga yang paling dekat kepada Nabi saw, dan bahwasanya mereka akan mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah rasul dan menegakkan syari’at Allah.
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al Abbas dan Abu ja’far Al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775-786 M), Harun al-Rasyid (786-809 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Wasiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).
Kalifah Harun al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang mencintai seni dan ilmu. Ia banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan kalangan ilmuwan dan mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap seni.
Al-Rasyid mengembangkan satu akademi Gundishapur yang didirikan oleh Anushirvan pada tahun 555 M. pada masa pemerintahannya lembaga tersebut dijadikan sebagai pusat pengembangan dan penerjemahan bidang ilmu kedokteran, obat dan falsafah.
Dari gambaran diatas terlihat bahwa, Dinasti Bani Abbas pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. disinilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah.
Kehancuran Dinasti Bani Abbas
Berakhirnya kekuasaan dinasti Seljuk atas Baghdad atau khalifah Abbsiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti islam berdiri. Ada diantaranya dinasti yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan tatar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancurluluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini adalah awal babak baru dalam sejarah islam, yang disebut masa pertengahan.
Sebagaimana dalam periodisasi khalifah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua, namun demikian factor-faktor penyebab kemunduran itu tidak dating secara tiba-tiba, benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya khalifah pada saat periode ini sangat kuat, benih-benih ini tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila kalifah kuat, para mentri cenderung berperan sebagai pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak factor yang menyebabkan khalifah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing factor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Persaingan Antarbangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-saama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Stryzewska,11 ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya Ashabiyyah kesukuan. Dengan demikian, khilafah Abbasiyyah tidak ditegakkan di atas `ashabiyyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu, bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab di dunia Islam.
Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyyah pada periode pertama sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat.12 Akibatnya, disamping Fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu`ubiyah.
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah Al-Mutawakkil, seorang khlaifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya telah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia pada periode ketiga dan selanjutnya beralih kepada dinasti Saljuk pada periode keempat.
2. Kemerosotan Ekonomi
Khalifah Abbasiyyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi.
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan Negara menurun, sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan Negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam, dan para pejabat melakukan korupsi.
3. Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Gerakan ini dikenal dengan gerakan Zindiq yang menyebabkan menurut para khalifah dan orang-orang yang beriman harus diberantas, sehingga menyebabkan konflik diantara keduanya, mulai polemik tentang ajaran hingga berlanjut kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah dari kedua belah pihak.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung dibalik ajaran Syi`ah, sehingga banyak aliran syi`ah yang dipandang ghulat (ekstrem) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi`ah sendiri. Aliran Syi`ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan faham Ahlussunnah wal Jama`ah.
Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim dan zindik atau ahlussunnah dengan syi`ah saja, tetapi juga antaraliran dalam Islam. Mu`tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bidah oleh golongan salaf.
Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan:
“Agama Muhammad Saw. seperti juga Agama Isa as., terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya dalam suatu kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai hal-hal yang masih dalam lingkungan pengetahuan manusia…soal kehendak bebas manusia …telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam Islam…pendapat bahwa rakyat dan kepala agama mustahil berbuat salah mustahil berbuat salah…menjadi sebab binasanya jiwa-jiwa berharga”.
4. Ancaman dari luar
Apa yang disebutkan di atas adalah factor-faktor internal. Disamping itu, ada pula factor-faktor eksternal yang menyebabkan khalifah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur. Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah disebutkan, orang-orang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di antara komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib itu.13
Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti-Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahl al-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancurleburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki yerussalem.
Berbagai faktor yang telah menyokong tegaknya imperium Abbasiyah, yakni kalangan elite imperium dan bentuk-bentuk kulturnya, sekaligus juga menyokong kehancuran dan transformasi imperium tersebut. Bahkan kemerosotan Abbasiyah telah berlangsung disaat berlangsung konsolidasi. Ketika rezim ini sedang memperkuat militernya dan institusi pemerintahan, dan sedang mendorong sebuah kemajuan ekonomi dan kultur, terjadi beberapa peristiwa yang pada akhirnya mengharubirukan nasib imperium Abbasiyah.
Semenjak awal pemerintahan Harun al-Rasyid (786-809) problem suksesi menjadi sangat kritis. Harun telah mewasiatkan tahta kekhalifahan kepada putra mertuanya, al-Amin, dan kepada putranya yang lebih muda yang bernama al-Makmun, seorang gubernur Khurasan dan orang yang berhak menjabat tahta khilafah sepeninggal kakaknya. Setelah kematian Harun, al-Amin berusaha mengkhianati hak adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya sebagai penggantinya kelak. Akibatnya pecahlah perang sipil. Al-amin didukung oleh militer Abbasiyah di Baghdad, sementara al-Makmun harus berjuang untuk memerdekakan Khurasan dalam rangka untuk mendapatkan dukungan dari pasukan perang Khurasan. Al-makmun berhasil mengalahkan saudara tuanya, al-Amin , dan mengklaim khilafah pada tahun 813. Namun peperangan sengit tersebut tidak hanya melemahkan kekuatan militer Abbasiyah melainkan juga melemahkan warga iraq dan sejumlah propinsi lainnya.
Al-Makmun berusaha menghadapi musuh-musuhnya dan sejumlah warga yang tidak mau berdamai dengan sebuah kebijakan ganda. Satu sisi kebijakan tersebut bertujuan untuk mempertahankan legitimasi kekhilafan dengan menguasai seluruh urusan keagamaan. Kebijakan ini, sebagaimana yang telah kita lihat, tidak membawa hasil dan gagal. Kebijakan ini justru menghilangkan dukungan masyarakat umum terhadap sang khalifah.Al-Makmun juga mengambil sebuah kebijakan politik, untuk menguasai kekhilafahan secara mutlak, al-Makmun menggantungkan dukungan seorang panglima khurasan, yang bernama Thahir, yang diberikan imbalan sebagai gubernur khurasan (820-822) dan menjadi jenderal militer Abbasiyah diseluruh imperium dan disertai janji bahwa jabatan-jabatan tersebut dapat diwariskan kepada keturunannya, selain mendatangkan manfaat yang bersifat sementara konsesi atas sebuah jabatan gubernur yang dapat diwariskan menggagalkan tujuan Abbasiyah untuk menyatukan sebuah wilayah propinsi besar menjadi sebuah system pemerintahan politik yang memusat ditangan pemerintahan pusat. Upaya untuk menyatukan kalangan elit dibawah arahan khalifah tidak akan terwujud dan sebagai gantinya imperium dikuasai oleh sebuah persekutuan khalifah dengan kuasa gubernuran besar.
A. Dinasti Umayyah
02.11 | Author: Mohammad Haekal
Muawiyyah bin Abu Sufyan: Khalifah Pertama Dinasti Umayyah
Umayyah Mosque di Damaskus, Syria

Nama Umayyah merupakan nama kakek kedua dari Mu’awiyah yang bernama Umayyah bin Abdus Syam. Pergantian kepemimpinan Kerajaan Umayyah berdasarkan keturunan. Hal ini berbeda dengan zaman Khulafaur Rasyidin yang dipilih langsung rakyat.

Perjalanan Kerajaan Umayyah
Daulah Umayyah memegang tampuk kekhalifahan selama dua periode, di Suriah hampir satu abad, yaitu sejak 30-132 H atau 660-750 M dan di Spanyol selama 275 tahun, yaitu 756-1031 M. Perluasan wilayah kekuasaan Islam pada masa Daulah Umayyah telah memasuki benua Eropa bahkan telah mencapai wilayah Byzantium.
Pada masa pemerintahan Mu’awiyah dilakukan berbagai perubahan dalam pemerintahan. Mengingat berbagai pengamalannya yang pernah menjadi Gubernur di Syam, Mu’awiyah melakukan perubahan pemerintahan, yaitu membentuk jawatan perhubungan (jawatan pos) dan jawatan pendaftaran. Mu’awiyah menduduki jabatan sebagai Khalifah selama hampir 20 tahun.
Para Khalifah pada masa Bani Umayyah, antara lain:
a. Mu’awiyah bin Abu Sufyan
b. Yazid bin Mu’awiyah
c. Mu’awiyah binYazid
d. Marwan bin Hakam
e. Abdul Malik bin Marwan
f. AL-Walid bin Abdul Malik
g. Sulaiman bin Abdul Malik
h. Umar bin Abdul Azis
i. Yazid bin Abdul Malik
j. Hisyam bin Abdul Malik
Sepeninggal Mu’awiyah, pemerintahan dipegang oleh Yazid bin Mu’awiyah. Pada masa pemerintahannya, prinsip musyawarah yang telah dicanangkan oleh Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin mulai bergeser ke bentuk monarki absolut.
Artinya, pemimpin merupakan raja yang diangkat secara turun-temurun. Akan tetapi, raja-rajanya masih menggunakan gelar khalifah. pemerintahan Yazid diwarnai oleh berbagai pergolakan politik. Hal ini semakin memuncak setelah terbunuhnya cucu Rasulullah SAW, yaitu Husain bin Ali.
Setelah Yazid wafat, pemerintahan digantikan oleh Mu’awiyah II. Namun, Mu’awiyah II tidak sanggup memerintah dan menyerahkan kepemimpinannya kepada Marwan bin Hakam. Akan tetapi, Marwan hanya memerintah selama 9 bulan dan mengundurkan diri karena tidak bisa menghadapi pergolakan politik yang terjadi, sampai akhirnya suasana kerajaan bisa dipulihkan setelah Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah.
Masa kejayaan Bani Umayyah dimulai ketika Abdul Malik bin Marwan memerintah 66-86 H Atau 685-705 M. Berbagai kemajuan dilakukan Abdul Malik , diantaranya:
a. Menetapkan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi.
b. Mendirikan Balai kesehatan untuk rakyat.
c. Mendirikan Masjid di Damaskus.
Kejayaan Kerajaan Umayyah semakin menonjol setelah diperintahkan Al-Walid bin Abdul Malik, yaitu tahun 86-96 H atau 705-715 M. Pada masanya, kerajaan Umayyah mampu memperluas wilayah kekuasaan Islam sampai ke India, Afrika Utara, hingga Maroko, dan Andalusia. Pada masa ini perluasan wilayah Islam meliputi sebagai berikut:
a. Wilayah kekuasaan Kerajaan Romawi di Asia Kecil meliputi Ibukota Konstantinopel serta perluasan ke beberapa pulau di Laut Tengah.
b. Wilayah Afrika Utara sampai ke pantai Atlantik dan menyeberangi selat Jabal tarik (Selat Gibraltar).
c. Wilayah Timur, Bagian Utara di seberang sungai Jihun (Amru Daria).
Ketika kekuasaan Islam berada di tangan kerajaan Bani Umayyah, seni bangunan, misalnya bangunan Qubatus Sarkah di Yerussalem dan bangunan Masjid Nabawiyah di Madinah dapat mencapai ketinggian melampaui batas seni bangun Gothik di Eropa. Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan pun tidak ketinggalan. Misalnya, bidang–bidang kedokteran, filsafat, kimia, astronomi, dan ilmu ukur berkembang dengan sangat pesat.

Keruntuhan Kerajaan Umayyah
Masa kejayaan Bani Umayyah mulai menurun. Ada beberapa kelemahan yang menjadi suramnya kekuasaan Bani Umayyah, di antaranya:
a. Mulai hilangnya persatuan Islam yang dibina sejak zaman Rasulullah.
b. Orang mulai mementingkan dunia dan mengabaikan urusan agama
c. Menghilangnya demokrasi Islam dan mulainya penggunaan Monarki absolut
d. Adanya pemberontakan dari Kaum Hawarij, Syiah dan Bani Abbas.
Khalifah terakhir dari Bani Umayyah bernama Marwan bin Muhammad. Ia tidak mampu lagi menghadapi gerakan perlawanan dari Bani Abbas. Pada 5 Agustus 750 M, Marwan bin Muhammad terbunuh oleh Shalih Bin Ali.
Penyebaran Islam pada kekhalifahan Bani Umayyah meliputi wilayah Asia Kecil, yaitu kerajaan Romawi (Konstantinopel), Asia Utara sampai ke wilayah Spanyol, dan Selat Jabal Tarik, hingga mencapai Asia Tengah sampai perbatasan Tiongkok (China).
Hal penting yang dicapai pada masa Bani Umayyah, yaitu:
a. Menetapkan Bahasa Arab sebagai Bahasa resmi;
b. Mendirikan masjid Agung di Damaskus;
c. Membuat mata uang bertuliskan kalimat syahadat;
d. Mendirikan rumah sakit di berbagai wilayah;
e. Menyempurnakan peraturan pemerintah;
f. Melakukan pembukuan Hadits Nabi
Pada masa Daulah Bani Umayyah perkembangan kebudayaan mengalami kemajuan dan juga bidang seni, terutama seni bahasa, seni suara, seni rupa, dan seni bangunan (Arsitektur).
1. Seni Bahasa
Kemajuan seni bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan bahasa. Sedangkan kemajuan bahasa mengikuti kemajuan bangsa. Pada masa Daulah Bani Umayyah kaum muslimin sudah mencapai kemajuan dalam berbagai bidang, yaitu bidang politik, ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan. Dengan sendirinya kosakata bahasa menjadi bertambah dengan kata-kata dan istilah –istilah baru yang tidak terdapat pada zaman sebelumnya.
Kota Basrah dan Kufah pada zaman itu merupakan pusat perkembangan ilmu dan sastra (adab). Di kedua kota itu orang-orang Arab muslim bertukar pikiran dalam diskusi-diskusi ilmiah dengan orang-orang dari bangsa yang telah mengalami kemajuan terlebih dahulu. Di kota itu pula banyak kaum muslimin yang aktif menyusun dan menuangkan karya mereka dalam berbagai bidang ilmu. Maka dengan demikian berkembanglah ilmu tata bahasa (Ilmu Nahwu dan sharaf) dan Ilmu Balaghah, serta banyak pula lahir-lahir penyair-penyair terkenal.
2. Seni Rupa
Seni rupa yang berkembang pada zaman Daulah Bani Umayyah hanyalah seni ukir, seni pahat, sama halnya dengan zaman permulaan, seni ukir yang berkembang pesat pada zaman itu ialah penggunaan khat arab (kaligrafi) sebagai motif ukiran.
Yang terkenal dan maju ialah seni ukir di dinding tembok. Banyak Al-Qur’an, Hadits Nabi dan rangkuman syair yang di pahat dan diukir pada tembok dinding bangunan masjid, istana dan gedung-gedung.
3. Seni Suara
Perkembangan seni suara pada zaman pemerintahan Daulat Bani Umayyah yang terpenting ialah Qira’atul Qur’an, Qasidah, Musik dan lagu-lagu lainnya yang bertema cinta kasih.
4. Seni Bangunan (Arsitektur)
Seni bangunan atau Arsitektur pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah pada umumnya masih berpusat pada seni bangunan sipil, seperti bangunan kota Damaskus, kota Kairuwan, kota Al- Zahra. Adapun seni bangunan agama antara lain bangunan Masjid Damaskus dan Masjid Kairuwan, begitu juga seni bangunan yang terdapat pada benteng- benteng pertahanan masa itu.
Adapun kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, berkembangnya dilakukan dengan jalan memberikan dorongan atau motivasi dari para khalifah. Para khalifah selaku memberikan hadiah-hadiah cukup besar bagi para ulama, ilmuwan serta para seniman yang berprestasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan di sediakan anggaran oleh negara, itulah sebabnya ilmu pengetahuan berkembang dengan pesatnya.
Pusat penyebaran ilmu pengetahuan pada masa itu terdapat di masjid-masjid. Di masjid-masjid itulah terdapat kelompok belajar dengan masing-masing gurunya yang mengajar ilmu pengetahuan agama dan umum ilmu pengetahuan agama yang berkembang pada saat itu antara lain ialah, ilmu Qira’at, Tafsir, Hadits Fiqih, Nahwu, Balaqhah dan lain-lain. Ilmu tafsir pada masa itu belum mengalami perkembangan pesat sebagaimana yang terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah. Tafsir berkembang dari lisan ke lisan sampai akhirnya tertulis. Ahli tafsir yang pertama pada masa itu ialah Ibnu Abbas, salah seorang sahabat Nabi yang sekaligus juga paman Nabi yang terkenal.
Untuk perkembangan ilmu Hadits sendiri terjadi setelah ditemukan banyak penyimpangan dan penyelewengan dalam meriwayatkan hadits atau setelah diketahui banyaknya hadits-hadits palsu yang dibuat oleh kelompok tertentu untuk kepentingan politik.
Karena itulah dirasakan adanya keperluan untuk menyusun buku hadits. Di antara para ahli Hadits (Muhaddits) yang terkenal masa itu ialah Muhammad bin Syihab A-Zuhri, beliau pula yang mula-mula menyusun ilmu hadits dan mula-mula membukukan perkataan, perbuatan, ketepatan ataupun sifat-sifat Nabi SAW yang disebut dengan hadits itu.
Kerajaan-kerajaan Islam
02.06 | Author: Mohammad Haekal
Masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin berakhir dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. Kelompok pendukung Ali mengangkat Hasan bin Ali untuk menjadi khalifah, sedangkan Kelompok pendukung Mu’awiyah mengangkat Mu’awiyah bin Abu Sufyan.
Sebagai khalifah, Hasan menyerahkan kekuasaan kepada Mu’awiyah. Mulai sejak itulah berdirinya berbagai dinasti setelah Khulafaur Rasyidin.

Beberapa Dinastinya antara lain :


A. Dinasti Umayyah

B. Dinasti Abbasiyah

C. Dinasti Seljuk

D. Dinasti Ayyubiyah